Pembuatan Ohm Meter Analog Multirange
A. Deskripsi Ohm Meter
Gambar :ohmmeter
Ohm-meter adalah
alat pengukur hambatan listrik, yaitu daya untuk menahan mengalirnya
arus listrik dalam suatu konduktor. Besarnya satuan hambatan yang diukur
oleh alat ini dinyatakan dalam ohm. Alat ohm-meter ini menggunakan
galvanometer untuk mengukur besarnya arus listrik yang lewat pada suatu
hambatan listrik (R), yang kemudian dikalibrasikan ke satuan ohm.
Desain asli dari ohmmeter menyediakan
baterai kecil untuk menahan arus listrik. Ini menggunakan galvanometer
untuk mengukur arus listrik melalui hambatan. Skala dari galvanometer
ditandai pada ohm, karena voltase tetap dari baterai memastikan bahwa
hambatan menurun, arus yang melalui meter akan meningkat. Ohmmeter dari
sirkui itu sendiri, oleh karena itu mereka tidak dapat digunakan tanpa
sirkuit yang terakit.
Tipe yang lebih akurat dari ohmmeter
memiliki sirkuit elektronik yang melewati arus constant (I) melalui
hambatan, dan sirkuti lainnya yang mengukur voltase (V) melalui
hambatan. Menurut persamaan berikut, yang berasal dari hukum Ohm, nilai
dari hambatan (R) dapat ditulis dengan:
R = V/I
V = Potensial listrik (voltase/tegangan)
I = Arus listrik yang mengalir.
V = Potensial listrik (voltase/tegangan)
I = Arus listrik yang mengalir.
Untuk pengukuran tingkat tinggi tipe
meteran yang ada di atas sangat tidak memadai. Ini karena pembacaan
meteran adalah jumlah dari hambatan pengukuran timah, hambatan kontak
dan hambatannya diukur. Untuk mengurangi efek ini, ohmmeter yang teliti
untuk mengukur voltase melalui resistor. Dengan tipe dari meteran ini,
setiap arus voltase turun dikarenakan hambatan dari gulungan pertama
dari timah dan hubungan hambatan mereka diabaikan oleh meteran. Teknik
pengukuran empat terminal ini dinamakan pengukuran Kelvin, setelah
metode William Thomson, yang menemukan Jembatan Kelvin pada tahun 1861
untuk mengukur hambatan yang sangat rendah. Metode empat terminal ini
dapat juga digunakan untuk melakukan pengukuran akurat dari hambatan
tingkat rendah.
B. Tipe-Tipe Ohm Meter
- Ohm Meter Tipe Series
Ohmmeter tipe seri sesungguhnya mengandung sebuah gerakan d’Arsonval yang dihubungkan seri dengan tahanan dan batere ke sepasang terminal untuk hubungan ke tahanan yang tidak diketahui. Berarti arus melalui alat ukur bergantung pada tahanan yang diketahui, dan indikasi alat ukur sebanding dengan nilai yang tidak diketahui, dengan syarat bahwa masalah kalibrasi diperhitungkan.
Gambar 2. Diagram Ohm meter tipe seriesDimana : - R1 = tahanan pembatas
R2 = tahanan pengatur nol
E = batere didalam alat ukur
Rm = tahanan dalam d’ Arsonval
Rx = tahanan yang tidak diketahui
Desain dapat didekati dengan mengingat bahwa, jika Rh menyatakan arus ½ Idp, tahanan yang tidak diketahui harus sama denbgan tahanan dalam total ohmmeter. Berarti :
Rh = R1 + (R2 x Rm) / (R2 + Rm)
R1 = Rh – (Idp x Rm x Rh) / E -
Ohm Meter Tipe Shunt
Diagram rangkaian sebuah ohmmeter tipe shunt ditunjukkan pada gambar 3. Alat ini terdiri dari senuah tahanan pengatur R1 dan gerak d’Arsonval. Tahanan yang akan diukur dihubungkan ke terminal-terminal A dan B. Di dalam rangkaian ini diperlukan sebuah sakelar menghidupkan mematikan (off-on switch) untuk meutuskan hubungan batere ke rangkaian bila instrumen tidak digunakan. Analisa ohmmeter tipe shunt serupa dengan ohmmeter tipe seri, arus skala penuh adalah :
Idp = E / (R1 + Rm) Rh = (R1 x Rm) / (R1 + Rm)
Dimana : E = Tegangan batere
R1 = tahanan pembatas arus
Rm = tahanan-dalam dari gerakan
Rh = tahanan luar yang menyebabkan defleksi 0.5 skala.
Gambar 3. Diagram Ohm meter tipe shunt
Gambar 1 Skematik sederhana ohmmeter membuat sebuah ohmmeter.
Ohm
meter adalah alat ukur hambatan listrik yang memiliki satuan ohm dan
digunakan untuk mengetahui besar hambatan suatu konduktor (penghantar
listrik). Ohm meter sendiri erat kaitannya dengan hukum ohm, hukum
tersebut berbunyi:“
Bila hambatan tetap, maka arus dalam setiap rangkaian berbanding lurus
dengan tegangan. Bila tegangan bertambah maka arus pun akan bertambah
dan bila tegangan berkurang maka arus pun juga akan berkurang. Bila
tegangan tetap, maka arus dalam rangkaian akan berbanding terbalik
dengan hambatan. Bila hambatan bertambah maka arus akan berkurang dan
bila hambatan berkurang maka arus akan bertambah.”
Rumus hukum ohm:
- I=V/R
- R=V/I
- V=I.R
dimana : I = arus (ampere)
R = hambatan/resistansi (ohm)
V = tegangan (volt)
Tidak seperti
voltmeter, yang menggunakan tegangan eksternal (luar) untuk menghasilkan
arus yang digunakan untuk membuat simpangan pada jarum PMMC, sebuah
ohmmeter harus mempunyai sumber tegangan internal (biasanya sebuah baterai) untuk menghasilkan arus yang dibutuhkan untuk pengukuran.
Skematik dari ohmmter sederhana ditunjukkan pada gambar 1. Pada rangkaian gambar 1, kita dapat melihat bahwa tidak akan ada arus yang mengalir kecuali jika resistansi yang akan diukur, Rx,
dihubungkan pada terminal ohmmeter yang terbuka. Ohmmeter didesain
sehingga arus yang maksimum akan mengalir melewati meteran ketika
resistansi yang terhubung dengan terminal ohmmeter adalah sama dengan
nol (misalkan hubung singkat, Rx = 0).Penyekalaan dari tampilan ohmmeter dihitung berdasarkan pergerakan simpangan dari berbagai nilai resistansi yang diukur.
Karena kita ingin simpangan maksimum ketika terminal terhubung singkat, nilai Rs dihitung dengan cara yang sama seperti saat mendesain voltmeter, dihitung :
Rs = (E / Ifsd) – Rm
Rs = (E / Ifsd) – Rm
Jadi, saat resistansi yang diukur adalah minimum (R = 0), maka arusnya
akan maksimum. Begitu juga sebaliknya, ketika resistansi yang dikur
maksimum (R = ∞),
arusnya akan minimum atau sama dengan nol. Skala dari sebuah ohmmeter
ditunjukkan pada gambar 2. Karena arus adalah berbanding terbalik dengan
resistansi suatu rangkaian, jadi skalanya tidak linier. Contoh berikut
menunjukkan prinsip ini.
Contoh :Disain sebuah ohmmeter menggunakan sebuah baterai 9 V dan sebuah meteran PMMC yang memiliki Ifsd = 1 mA dan Rm = 2 kΩ. hitung nilai Rx ketika pergerakan simpangannya 25%, 50%, dan 75%.
Solusi :
Nilai dari resistansi serinya adalah :
Rs = (9V / 1 mA) – 2 kΩ = 7 kΩ
Rs = (9V / 1 mA) – 2 kΩ = 7 kΩ
Rangkaian jadinya ditunjukkan pada gambar 3(a).
Dengan menganalisa rangkaian seri, kita lihat bahwa saat Rx = 0 Ω, arusnya adalah Ifsd = 1 mA.
Pada simpangan 25%, arusnya adalah
I = (0.25) (1 mA) = 0.25 mA
Pada simpangan 25%, arusnya adalah
I = (0.25) (1 mA) = 0.25 mA
Dengan hukum Ohm, resistansi total dari rangkaian haruslah
RT = 9 V / 0.25 mA = 36 kΩ
RT = 9 V / 0.25 mA = 36 kΩ
Untuk rangkaian tersebut, hanya resistansi bebannya ,Rx, saja yang bisa berubah.
Nilainya dihitung :
Rx = RT – Rs – Rm = 36 kΩ – 7 kΩ – 2 kΩ = 27 kΩ
Nilainya dihitung :
Rx = RT – Rs – Rm = 36 kΩ – 7 kΩ – 2 kΩ = 27 kΩ
Dengan cara yang sama, pada saat simpangannya 50%, arus pada rangkaian I = 0.5 mA dan resistansi totalnya adalah RT = 18 kΩ.
Jadi, resistansi yang diukur harusnya adalah Rx = 9 kΩ.
Jadi, resistansi yang diukur harusnya adalah Rx = 9 kΩ.
Akhirnya, pada saat simpangan 75%, arus pada rangkaian akan menjadi I =
0.75 mA, resistansi totalnya menjadi 12 kΩ. Sehingga, untuk simpangan
75%, resistansi yang terukur Rx = 3 kΩ.
Skala dari ohmmeter ditunjukkan pada gambar 3(b).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar