Pada pembahasan sebelumnya, kita lihat bahwa sebuah voltmeter sebenarnya dibuat dari meteran yang bisa bergerak disusun seri dengan suatu resistansi. Simpangan pembacaannya proporsional
dengan nilai arus yang melewatinya. Dengan menggunakan prinsip yang
sama, hal ini mungkin untuk menggunakan meteran seperti ini digunakan
untuk mengukur resistansi (ohmmeter).
Tidak seperti voltmeter, yang
menggunakan tegangan eksternal (luar) untuk menghasilkan arus yang
digunakan untuk membuat simpangan pada jarum PMMC, sebuah ohmmeter harus
mempunyai sumber tegangan internal (biasanya sebuah baterai) untuk
menghasilkan arus yang dibutuhkan untuk pengukuran. Skematik dari
ohmmter sederhana ditunjukkan pada gambar 1.
Pada rangkaian gambar 1, kita dapat melihat bahwa tidak akan ada arus yang mengalir kecuali jika resistansi yang akan diukur, Rx,
dihubungkan pada terminal ohmmeter yang terbuka. Ohmmeter didisain
sehingga arus yang maksimum akan mengalir melewati meteran ketika
resistansi yang terhubung dengan terminal ohmmeter adalah sama dengan
nol (misalkan hubung singkat, Rx = 0). Penyekalaan dari tampilan ohmmeter dihitung berdasarkan pergerakan simpangan dari berbagai nilai resistansi yang diukur.
Karena kita ingin simpangan maksimum ketika terminal terhubung singkat, nilai Rs dihitung dengan cara yang sama seperti saat mendisain voltmeter, dihitung
Rs = (E / Ifsd) – Rm (5-15)
Jadi, saat resistansi yang diukur adalah
minimum (R = 0), maka arusnya akan maksimum. Begitu juga sebaliknya,
ketika resistansi yang dikur maksimum (R = ∞), arusnya akan minimum atau sama dengan nol. Skala dari sebuah ohmmeter ditunjukkan pada gambar 2.
Karena arus adalah berbanding terbalik
dengan resistansi suatu rangkaian, jadi skalanya tidak linier. Contoh
berikut menunjukkan prinsip ini.
Contoh 5-15
Disain sebuah ohmmeter menggunakan sebuah baterai 9 V dan sebuah meteran PMMC yang memiliki Ifsd = 1 mA dan Rm = 2 kΩ. hitung nilai Rx ketika pergerakan simpangannya 25%, 50%, dan 75%.
Solusi : Nilai dari resistansi serinya adalah
Rs = (9V / 1 mA) – 2 kΩ = 7 kΩ
Rangkaian jadinya ditunjukkan pada gambar 3(a).
Dengan menganalisa rangkaian seri, kita lihat bahwa saat Rx = 0 Ω, arusnya adalah Ifsd = 1 mA.
Pada simpangan 25%, arusnya adalah
I = (0.25) (1 mA) = 0.25 mA
Dengan hukum Ohm, resistansi total dari rangkaian haruslah
RT = 9 V / 0.25 mA = 36 kΩ
Untuk rangkaian tersebut, hanya resistansi bebannya ,Rx, saja yang bisa berubah. Nilainya dihitung
Rx = RT – Rs – Rm = 36 kΩ – 7 kΩ – 2 kΩ = 27 kΩ
Dengan carayang sama, pada saat simpangannya 50%, arus pada rangkaian I = 0.5 mA dan resistansi totalnya adalah RT = 18 kΩ. Jadi, resistansi yang diukur harusnya adalah Rx = 9 kΩ.
Akhirnya, pada saat simpangan 75%, arus
pada rangkaian akan menjadi I = 0.75 mA, resistansi totalnya menjadi 12
kΩ. Sehingga, untuk simpangan 75%, resistansi yang terukur Rx = 3 kΩ.
Skala dari ohmmeter ditunjukkan pada gambar 3(b).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar